12.28.2008

Saya Bangga Jadi Santri


Bukan sebuah apologi jika saya harus mengatakan begitu, memang dulu sebelum melanjutkan pendidikan di pondok maupun ketika ada di pondok label santri serasa tidak nyaman. Bahkan pernah suatu ketika temen saya seaktu pulang dari pondok berpenampilan ala preman, kesel bukan main ketika dia masih dipanggil dengan "cah ke pondok kan?" oleh kernet sebuah angkot. 

Pemetaan kaum borjuis dengan kaum abangan atau kaum sarungan oleh Belanda ternyata masih melekat dikalangan kita, sayapun merasakan hal demikian dulu sewakt masih di Pondok, Identitas kesantrian tidak mau diketahui oleh temen-temen luar pondok. 

Semenjak saya jadi Mahasiswa dengan peragaulan yang penuh dengan kebebasan baru menyadari betapa beruntungnya saya dulu dimasukkan ke pondok oleh Bapak, betapa mulyanya seorang santri, betepa rindunya saya dengan semangat kelimuan yang tertanam dipondok dulu, betapa ikhlasnya ustadz saya di pondok dulu. 

Dunia Kelimuan yang saya rasakan sekarang jauh dari itu semua, temen-temen saya, dosen-dosen dan lingkungan saya. Oleh karenanya basic pengetahuan yang tertanam diPondok dulu begitu sangat berharga sebagai bekal menuju kehidupan dunia kebebasan.

Prestasi akademik sang santri juga tidak jauh kalah dengan hasil didikan nonsantri, meskipun itu dalam bidang sain dan teknologi. Empat Tahun terakhir DEPAG menyeleksi santri berprestasi untuk ditempatkan diberbagai perguruan tinggi di Indonesia, dan prestasi mereka tidak memalukan, di IPB misalnya 3 tahun berturut-turut nilai mahasantri tersebut comlode 4, di UIN Syarif dalam bidang kedokteran juga begitu. 

Masyarakat harus belajar berterima kasih kepada Pesantren dalam membangun generasi muslim Negeri Ini,  andilnya terutama dalam membangun akhlak pemuda kita sangat besar, meskipun pesantren ataupun pimpinan pondok tidak mengharapkan semua itu. Apresiasi masyarakat dan Pemerintah perlu ditingkatkan bagi kemajuan pendidikan pesantren. 

Anggapan bahwa santri tidak bisa apa-apa, tahunya hanya baca kitab to'  sudah tidak relevan lagi, kini santri sudah bisa jadi dokter, jadi tentara, jadi dosen, jadi politisi, Mentri pebisnis dan lain sebagainya. meskipun disana-sini masih ada sebagian yang tetep dengan komitmennya. 



12.27.2008

3 Doa 3 Cinta, sebuah catatan sang santri


Film ini mengingatkan saya pada kehidupan pesantren dulu, meskipun hanya sebentar numpang tinggal ditempatnya pak kiyai kehidupan santri serta tetek bengeknya banyak saya ketahui dan saya alami. Kehidupan santri sungguh unik, beda dengan kehidupan pelajar-pelajar lain atau bahkan masyarakat luar kebanyakan.

Sebelum melanjutkan pendidikan di pesantren, dulu ketika guru saya menanyakan "kamu mau melanjutkan kemana?" saya malu-malu bahkan gengsi mengatakan "Mondok" temen-temen juga mermehkan. Berbeda dengan temen saya yang lain dengan bangganya mengatakan "Saya mau lanjut di SMAN 1" yang pada waktu itu merupakan sekolah unggulan dan faforit. Mungkin itu sebuah gambaran betapa pendidikan Pesantren tidak mendapat tempat dihati pemuda dan masyarakat selama ini. 

Hal yang melatar belakangi tersebut adalah sebuah persepsi yan menempatkan Pesantren dan Santri dengan sebuah keterbelakangan, kuno dan bahkan kolot. Memang sebagai santri saya tidak menyalahkan hal tersebut, namun tidak bisa dibenarkan jika santri diidentikan dengan sebuah kelatar belakangan. 

Ada banyak macam peantren, ada yang salafy, ada yang Modern dan ada yang memadukan antara keduanya. Memang kebanyakan pesantren yang dipimpin oleh seorang kiyai adalah otoritatif, semuanya apa kata pak kiyai, istilah " sendiko dauwh pak kiyai" termasuk pengelolaan dan sistem yang diinginkan oleh pimpinan pondok, mau yang salaf, modern atau memadukan keduanya. Oleh karenanya muncul corak dan khas yang sangat berbeda antara pesantren yang satu dengan yang lainnya. semisal Sidogri dengan kesalafiyahannya, Gontor dengan kemodernannya, atau Buduran, Sidoarjo dengan salafy dan modernnya. 

Kembali pada Film 3 Doa dan 3 Cinta perlu dicatat bahwa itu hanya sekelumit dari kehidupan santri yang ada di salah satu pondok dengan salah satu sistem dari sekian banyak yang ada, bukan berarti itu menjadi gambaran utuh tentang santri atau kiyai. 

Satu hal menurut pendapat saya yang tidak bisa ditemukan dalam kehidupan luar pesantren, yaitu sistem pendidikan yang sangat bagus dari pada sistem pendidikan nonPesantren, FULLDAY SCHOOL adalah sistem yang banyak ditiru oleh pendidikan nonPesantren. Dan semangat belajar yang laur biasa yang tidak bisa saya dapatkan setelah keluar dari pesantren. 

"Saya Bangga jadi Santri" InsyaAllah akan saya tulis pada posting berikutnya. 

12.20.2008

Kado Spesial Untuk Bush, Sebuah Tanda Hilangnya Ke-Super Power-an



Akhir tahun ini kunjungan bush di Irak yang sekaligus kunjungan terakhirnya di masa jabatannya mendapat hadiah lemparan sepatu oleh wartawan irak Muntazer al-Zaidi. Acungan jempol serta dukungan kepada Zaidi terus bergulir, dan bahkan sepatu butut tersebut menjadi berharga dengan niali tawar mencapai 1,1 Milyar. wah...baut apa ya ntar sepatu semahal itu.......

Mungkin sudah waktunya Amerika tidak berjaya lagi, sudah waktunya amerika berhenti menjadi Super Power. Kekesalan Zaidi hanya satu dari jutaan kekesalan warga irak bahkan juga dunia. Termasuk saya Warga Indonesia begitu salut terhadap keberanian Zaidi.....!!!

12.17.2008

MAHASANTRI di Al-Hikmah Dua


Pekan kemarin (11-14 dec)merupakan temu Akbar mahasiswa Beasiswa Depag RI yang dikenal dengan CSS MoRa, yang di tempatkan di Ponpes Al-Hikmah 2, Benda Sirampog Brebes Jawa Tengah. Termasuk diantara sekitar 1036 Mahasiswa dari 9 Perguruan Tinggi bergengsi saya merasakan ungkapan yang luar biasa serta apresiasi dari berbagai tokoh terhadap komunitas ini. Mungkin sejak pertama kalinya diluncurkan program ini, baru tahun 2008 ini komunitas santri ini mulai dikenal oleh masyarakat, karena sudah membiayai seribu lebih santri berprestasi. 

Satu Hal yang saya dapat dari Al-hikmah, bahwa ilmu agama itu tidak hanya terbatas pada teks-teks yang tertlis dalam kitab-kitab kuning atau buku pakar-pakar agama. Dalam sambutan pada acara penutupan pengasuh ponpes al Hikmah mengemukakan bahwa orang akan menuju kesuksesan bila konsisten (istiqomah) pada dua hal, pertama adalah berdzikir dan berfikir. Berdzikir-pun tidak sebatas dengan ungkapan lafadz-lafadz nelainkan adala upaya mengingat Allah atau ciptaannya dengan bentuk apapun. lebih lanjut beliau menyitir suatu hadis bahwa yang dibamakan majlis dzikir adalah majlis dimana disitu dibahas halal dan haram, kebenaran dan kebatilan. 

Apa yang dikatakan beliau sangat nampak sekali dalam program dan bentuk pola pendidikan pada Al-Hikmah, santri tidak hanya diarahkan pada hal-hal yang berbau teks-teks agama, berbagai program semisal peternakan, perikanan, perkebunan hingga pengelasan-pun ada. Benar jika pengasuh punya santri pengamen yang menjadi kiayi diantara pengamen-pengemen, kiayi di antara pedagang. 

Hal inilah yang perlu ditekankan kepada para santri, agar mempunyai eksistensi yang tinggi dan kebanggaan dengan label santrinya. Dan inilah pesan beliau juga kepada santri-santri mahasiswa ini. 

Salut buat Al-Hikmah,semoga terus maju memperjuangkan santri, semoga bisa berkunjung lagi suatu saat.........!!!!



Banjir dan Banjir


Hati kecil saya menggerutu, "Musim hujan Banjir, Kemarau Panasnya luar biasa" mungkin itu ungkapan kejenuhan makhluk bumi yang sangat resah dengan fenomena alam yang kian hari makin tidak mengenakkan. Sungguh manusia sudah tidak betah di bumi, mungkin. 

Perasaan semacam itu wajar. memang manusia selalu tidak puas dengan apa yang telah terjadi, terlepas dari semua itu merupakan takdir dan kehendak Tuhan. Ketidak seimbangan ekosistem dan segala macam tetek bengeknya  merupakan faktor utama yang di akibatkan dari ulah manusia itu sendiri.

Contoh kecilnya adalah, saya sebagai mahasiswa yang mungkin hanya sebagai penduduk tidak tetap di Kota Surabaya yang hanya ruang lingkupnya kos dan kampus sungguh merasa jenuh dan tidak betah dengan cuaca di kota ini, pada musim kemarau cuaca luar biasa panasnya, bahkan kuliyah dikampuspun tidak kondusif gara-gara panas ini, bahkan muncul demonstrasi di salah satu fakultas menuntut adanya fasilitas Air Conditioner. Musim Hujan ini harus rela basah-basahan sepatu atau dengan terpaksa menjinjing sepatu ke kampus. Apalagi kesulitan ini harus dialami oleh sebuah keluarga, yang sering kemasuka air ke dalam rumahnya.

Jikabenar apa yang dikatakan oleh Pakar Drainase ITS, Ir Anggrahini bahwa Kota-Kota di Indonesia tidak Pernah lepas dari ancaman banjir(kompas-16-12-08), banjir merupakan bom waktu bagi setiap warga kota yang sewaktu-waktu bisa meledak dan tidak segan-segan merenggut nyawa. 

Entah bagaimanakah solusi yang tepat bagi permaslahan ini, berbagai kemelut Negeri belum juga tuntas, kasus terbaru adalah penodaan Agama oleh Lia Eden yang mengaku mendapat wahyu Tuhan, belum lagi maslah korupsi yang belum juga tuntas, apalagi manusia makin serakah dengan tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem. Berbagai Duta-pun di bentuk, mulai duta lingkungan, hingga duta baca, duta tinju dan sebagainya, nemun Indonesia tetap belum bisa terlepas dari kebanjiran ini semua. 




11.14.2008

Luthviana Ulfa dan Pernikahan Dininya

Nama syekh puji pengusaha kaya raya asal semarang tiba-tiba terkenal menjadi topik utama pemberitaan media negeri ni, langkahnya yang kontroversial menikahi bocah berusia 12 tahun Lutviana ulfa Agustus lalu. Kecaman muncul dari berbagai elemen masyarakat hingga komnas perlindungan anak turun tangan.

Luthviana Ulfa yang belum genap usia 12 tahun itu memang cantik, hati kecil saya beranggapan cewek secantik itu yang masih belia sepertinya lebih cocok berdampingan dengan saya, ko mau-maunya menikah dengan pria yang lebih pas dikatakan sebagai kakeknya. Namun apaboleh dikata, penuturannya dimedia Ulfa memang tidak pernah dipaksa menikah dengan Pengasuh Ponpes Miftahul Jannah tersebut, dia menikah atas dasar mencintainya. entah cinta apanaya?pertanyaan hati kecil saya.

Terlepas dari motif apa antara  Pujiono Cahyo Widianto dan Ulfa, ada berbagai kemungkinan, bahkan yang tidak setuju ada yang menuduh Syekh puji mengidap paedophilia, yaitu karakter kejiwaan yang mempunyai ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur, dan motif ekonomi dari pihak Ulfa. Namun semua itu hanyalah asumsi yang bisa saja asumsi itu benar dan bisa saja salah. 

Memang pernikahan tersbut syah secara syari'at, namun MUI memfatwakan haram tindakan syekh puji tersbut. Oleh karena itu perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat Muslim bahwa Pernikahan tidak hanya memandang aspek hukum syar'i melainkan konteks Fikih Indonesia juga harus mematuhi hukum perundang-undangan. 

Sebenarnya yang terjadi tidak hanya pada syekh puji, di daerah saya (Pamekasan) praktek menikah dibawah umur sudah banyak terjadi, namun tidak pernah ada perhatian baik dari kalangan ulama' maupun pemerintah setempat. Pemahaman yang dimiliki oleh mayoritas kaum muslim adalah menafikan sebuah undang-undang yang berlaku di Negeri ini, legitimasi Fikh dan Pernikahan Nabi dengan Aisyah cukup menjadi dalil kuat pernikahan dibawah umur. 

Fikih Ke Indonesiaan perlu ditanamkan kuat-kuat dalam pemahaman masyarakat, pernikahan dengan batas minimal umur, pencatatan perkawinan, poligami dan semacamnya harus menjadi perhatian serius para tokoh terutama KUA yang paling berperan untuk mensosialisasikan hal ini. 

Hikmah dibalik kontroversialnya langkah syekh puji ini, sedikit banyak akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa menikah tidak hanya melihat aspek fikih, aspek sosial serta dampak yang ditimbulkannya perlu menjadi pertimbangan, harapan saya tidak ada lagi pernikahan dibawah umur setelah kasus syekh puji ini. 

10.25.2008

Halal bihalal dan Istihlal


seminggu yang lalu Comunity of sanri Scholar didikan Depag untuk wilayah jawa timur mengadak ISTIHLAL, forum silaturahmi yang diadakan sebagai momentum saling memaafkan dan saling memberikan motivasi ini diadakan di gedung Self Acses Sentre IAIN Sunan Ampel Surabaya. Acara ini dihadiri oleh perwakilan Depag Jakarta, para pengelola Beasiswa dari IAIN, ITS dan Unair serta sekitar 300 mahasiswa berbeasiswa dari ketiga kampus itu.
Istihlal atau Halal Bihalal ini mungkin tidak hanya di CSS, Pegawai kampus, pegawai pemda, perusahaan hingga presiden menganggarkan dana khusus untuk acara ini.

Halal bihalal??? sebenarnya apa maksud dari kata ini, hingga begitu populer di indonsesi selain tradisi mudik.
Jika di telusuri melalui kamus B indonesia, maupun wikipedia kamus internet tanpa batas tidak akan ditemui arti atau definisi halal bihalal dalam bahasa indonesia, padahal istilah tersebut sangat memasyarakt sekali, dan bahkan setiap departemen baik pemerintah maupun swasta mempunnyai agenda rutin halal bihalal tersebut pasca lebaran.

kata ini meskipun berakar dari bahasa arab, namun orang arab tidak akan memahami maksud dari kata halal bihalal ini, kata ini merupakan hasil asimilasi dari bahasa arab menjadi bahasa indonesia.
kreasi tersebut bukan tidak beralasan, dikatakan halal bihalal karena melalui momentum ini umat muslim saling memohon halal apa-apa yang dianggap haram, dalam hal ini adalah salah dan khilaf. karena ampunan dari Allah tidak akan datang sebelum ada maaf dari sesamanya.
Alqur'anpun menganjurkan begitu, memohon maaflah kepada sesama kemudian memohon ampunlah kepadaNya.
pada tahapan selanjutnya dua kata tersebut dirasa kurang tepat, maka ada sebagian yang memodifikasinya dengan kata ISTIHLAL yang secara pemahaman tidak jauh berbeda makna dan tujuannya, hanya saja ini murni berbahasa arab.
momentum semacam ini disamping sebagai ajang saling memohon maaf juga mempunyai nilai sosial yang tinggi, silaturrahmi yang juga sangat dianjurkan oleh agama juga tercapai, bahkan nilai toeransi antar umat beragama akan tercipta mengingat halal bihalal atau istihlal ini tidak hanya sesama muslim saja melainkan antar umat beragama.







9.27.2008

Menyoal Tolaransi dalam al-Qur’an

Tinjauan Konsep Toleransi dalam al-qur’an
Oleh Abdul Qadir J*)

Memahami toleransi dalam al-qur’an
Ulasan penulis disini mencoba menguraikan sebuah konsep toleransi yang ditawarkan al-Qur’an dalam membina sebuah tatanan kehidupan yang sarat perbedaan dalam berbagai sisi. Di berbagai tempat di tanah air akhir-akhir marak muncul kerusuhan dan tindakan anarkis yang mengatas namakan dirinya suatu agama dan suatu kelompok yang benar dan paling benar. Lebih mengecewakan lagi mengatas namakan islam, agama yang sangat toleran ini. Oleh karena itu dirasa sangat perlu kajian serta analisis yang kuat dan tidak memihak pada suatu kelompok tentang konsep dan makna toleransi yang diajarkan oleh al-Qur’an.

Toleransi atau “toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh). bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.

Secara tersurat memang tidak ada penyebutan kata toleransi/tasamuh dalam al-Qur’an, namun secara eksplsit alqur’an menjelaskan konsep toleransi dengan batasan-batasan yang sangat jelas dan gamblang, oleh karena itu penjelasan ayat-ayat tentang tolearnsi dapat dijadikan pedoman dalam membina sbeuah kerukunan hidup (tolearnsi) antar umat.

Fitrah manusia diciptakan dengan berbeda-beda, agama, suku, warna kulit, adapt-istiadat, dsb., oleh karena itu Allah juga membuat aturan-aturan dalam menghadapai perbedaan-perbedaan tersebut. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam sistem teologi Islam.

Konsep toleransi yang ditawarkan al-qur’an sangatlah rasional, praktis dan mudah. Hidup rukun, damai, serta memahami dengan segala macam perbedaan itulah yang dicita-citakan oleh al-Qur’an yakni sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil’alamin). Disamping itu al-Qur’an selalu menawarkan kemudahan-kemudahan dalam segala bentuk menjalankan agama termasuk disini dalam menjalin hubungan harmonis dengan segala perbedaan-perbedaannya.

Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya. Lingkup akidah inilah yang sering di terjang oleh sekelompok golongan dengan memahaminya sebagai toleransi antar umat beragama, sedangkan dalam al-Qur’an sangat jelas disebutkan pada akhir surat al_Kafirun “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." Inilah yang dapat penulis fahami dari ayat ini. Ayat ini sangat tegas dan juga sangat toleran, bahwa dalam tatanan akidah merupakan prinsip dalam beragama yakni keyakinan tunggal. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama; atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan.

Ayat lain juga menegaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat. Dalam surat asyura ayat 15 Allah berfirman yang artniya :
“ bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".

Itulah toleransi yang diajarkan dalam al-Qur’an, sebuah konsep toleransi yang bisa diterima oleh semua kalangan dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan. Memang tepat jika al-Qur’an itu dikatakan kitab paling toleran di muka bumi, namun harus difahami juga batasan-batasan toleransi yang dimaksudkan didalamnya.

Lebih jauh lagi dalam al-Qur’an disebutkan tidak ada paksaan dalam bergama, dalam surat al-Baqarah ayat 256 disebutkan:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah [2] : 256).
Banyak kalangan terjebak dalam memahami ayat di atas dengan pluralisme tanpa batas, tanpa memperhatikan batas-batas toleransi yang juga diatur dalam al-Qur’an, disisi lain kalangan fundamnetalisme dengan kerasnya menyerangnya dengan ayat lain yang dianggap menghapus (nasakh) ayat tersebut oleh ayat 85 surat surat Ali ‘Imran yang artinya: “Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi agama, sekali-kali tidaklah tidaklah akan diterima daripadanya. Dan di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi.”
Prof Hamka dalam karya monumentalnya tafsir al-Azhar dengan sangat hati-hati menyatakan ayat di atas tidak di hapus oleh ayat 85 surat Ali Imran, Alasan Hamka bahwa ayat ini tidak menghapuskan ayat 62 itu sebagai berikut: “Ayat ini bukanlah menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini melainkan memperkuatnya. Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dan Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada segala firmannya, segala Rasulnya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w. dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih.” (Hlm 217).
“Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 surat Ali ‘Imran itu, yang akan tumbuh ialah fanatik; mengakui diri Islam, walaupun tidak pernah mengamalkannya. Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. Tetapi kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah lengkap melengkapi, maka pintu da’wah senantiasa terbuka, dan kedudukan Islam tetap menjadi agama fitrah, tetap (tertulis tetapi) dalam kemurniannya, sesuai dengan jiwa asli manusia.” (Hlm. 217).
Tentang neraka, Hamka bertutur: “Dan neraka bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang tidak mau masuk Islam, sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja Yahudi di Yaman Selatan, yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi, padahal mereka telah memegang agama Tauhid. Neraka adalah ancaman di Hari Akhirat esok, karena menolak kebenaran.” (Hlm. 218).
Sangat aneh jika mengatas namakan al-Qur’an sebuah kebebasan beragama lantas mengotak atik agama semaunya sendiri, bahkan dengan sangat bernai mengaburkan kebenaran suatu agama tertentu, tanpa mau menerima kebenaran dari lawan tandingnya fundamentalisme yang masih dalam satu keyakinan (seagama). Dan sangat janggal dengan atas nama agama juga tidak mengenal adanya sebuah toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama, dengan sangat mudahnya mengharamkan, bahkan mengakfirkan kelmpok lain sehingga tidak mau menerima hidup berdampingan dengan selain kelompoknya apalagi yang berbeda agama. Dalam hal ini sikap moderat yang sangat bijak adalah memahami toleransi dengan batasan yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an.
Membangun toleransi dalam agama dan antar agama

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, ia tidak menganiayanya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)..., janganlah saling menghasud, janganlah saling bermusuhan, dan janganlah saling bertengkar ..., dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Dr.Yusuf Qardhawi, dalam bukunya: ‘ Malaamihu Al Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nasyuduh memberi dua pengertian terhadap makna persaudaraan dalam ungkapan hamba Allah dalam hadis tersebut. Pertama persaudaraan Sesungguhnya para hamba yang dimaksud di sini adalah seluruh manusia, mereka adalah bersaudara antara yang satu dengan lainnya, dengan alasan bahwa mereka semua putera Adam dan hamba Allah. Ini adalah Ukkuwwah Insaniyah ‘Ammah (persaudaraan antar manusia secara umum). (lihat, Al A’raf: 65, 73, dan 85).

Kedua, bahwa sesungguhnya yang dimaksud hamba di sini adalah khusus kaum Muslimin, karena kesamaan mereka dalam satu millah (agama). Mereka bersatu dalam satu aqidah yaitu mentauhidkan Allah, dan kiblat yang satu yaitu Ka’bah di Baitul Haram. Mereka mereka diikat oleh kitab yang satu yaitu Al Qur’an dan Rasul yang satu yaitu Muhammad SAW serta oleh satu Manhaj yaitu Syari’at Islam. Inilah yang disebut Ukhuwwah Diniyah (Islamiyah) yang khusus yang tidak bertentangan dengan yang pertama. Karena tidak saling menafikan antara yang khusus dan yang umum. Hanya saja ukhuwwah diniyah ini memiliki hak-hak yang lebih banyak, sesuai dengan ikatan aqidah dan syari’ah serta pemikiran dan tingkah laku.

Al Qur’an juga menjadikan persaudaraan dalam bermasyarakat di antara orang-orang mukmin sebagai konsekuensi keimanan yang tidak dapat terpisah satu sama lain di antara keduanya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara...” (Al Hujurat: 10). Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman: .”.. Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Anfal: 62-63).

Syfi’I maarif dalam sebuah artikelnya yang berjudul “sikap toleran dalam al-Qur’an” menyebutkan tidak ada Kitab Suci di muka bumi ini yang memiliki ayat toleransi seperti yang diajarkan Alquran. Pemaksaan dalam agama adalah sikap yang anti Alquran (lihat Al Baqarah: 256) atau sebagaimana Firman Allah yang artinya: “Dan jikalau Tuhan-mu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus [10]: 99).(Resonansi, www.republika.co.id )
Sudah menjadi sunnatullah sebuah perbedaan, dan sebuah kemustahilan untuk menyatukannya dalam satu warna, satu pendapat dan satu agama. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis telah di tetapkan cara menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam kehidupan ini, tanpa adanya kekerasan maupun paksaan dengan aturan-aturan toleransi yang rasional, praktis, dan mudah. Dari situlah akan dipetik sebuah rahmat dari adanya perbedaan.( “ikhtilafu ummati rahmatun” hadis aw kama qal.) sehingga tercapai sebuah agama yang lurus dan penuh toleran(hanifiyah as-samhah. Wallhu a’lam.

*) Mahasiswa Fakultas Syari’ah jurusan ahwal as-syahsyiah IAIN sby 

Sumber bacaan.
Abdul fatah “ Toleransi beragama dalam perspektif al-Qur’an”
www.gatra.com/2008-02-29/
Dr. Yusuf Qardhawi “Membina Ukhuwah Diniyah dan Insaniyah” dalam centre for moderate moslim Indonesia. http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php
Inti sari dari artikel, Ahmad Syafii Maarif, ‘Hamka Tentang Ayat 62 Al-Baqarah dan Ayat 69 Al-Maidah’, Resonansi, www.republika.co.id )

9.26.2008

Siap-Siap Mudik

Lebaran Idul fitri mungkin tinggal 4 hari lagi, besok hari terakhir aktivitas akademik di kampus, namun di kelasku sudah meliburkan diri sejak senen lalu, temen-temen pada semangat untuk mudik, padahal mereka dibiayai dengan uang rakyat untuk belajar, nyatanya sangat bersemangat menego dosen untuk meliburkan diri lebih awal. diriku sendiri sangat tidak setuju dengan ide tersebut, namun apa daya suara mayoritas yang kuat. Meskipun kuliahku libur, aktivitas ekstra-ku tetap berjalan, warnet yang kukelola baru akan libur sabtu lusa.
Besok op warnet sudah ada yang pulang, makanya tadi bareng-bareng ma Makmum, Bahaudin jalan-jalan ke Ramayana. yaa ada yang beli baju buat lebaran, beli kaos dengan satu merk dan sat motif, hitung-hitung sebagai seragam para op warnet.

PR pekerjaan masih menumpuk, kebiasaan menunda-nunda aktivitas belum bisa kubuang, laporan keuangan warnet bualn ini belujm rampung, rental ps juga masih semraut(usaha sampinganku juga)cucian bajuku juga numpuk.ini kebiasaanku dari pondok dulu selalu saja menunda-nunda waktu padahal Islam sangat melarang hal ini.
Pulang kampung lebaran ini serasa biasa-biasa saja bagiku, makanya aku pulang juga akhir-akhir, rencananya malam minggu besok bareng Bahaudin OP asal sumenep yang sejalur dengan Pamekasan rumahku.
Moga liburannya penuh berkah teman-teman!!!

9.23.2008

Muhasabahku di Usia 22 Tahun umurku

kini usiaku sudah menginjak 22 tahun, melihat wajah dan penampilanku masih belum percaya dengan usiaku ini.Begitu singkat waktu berlalu, begitu terbatas kemampuan diriku.Perasaan baru kemarin lulus Sekolah Dasar, baru kemarin rasanya lulus dari pondok.sungguh begitu singkat!!!
Sudah semester V jenjang perkuliahanku, Apa yang sudah kuperbuat selama 22 tahun ini? Target apa yang sudah kucapai di usia remajaku ini? sampai mana pencapaian cita-citaku semasa kecilku?Manfaat apa yang sudah kuberikan untuk Agama, Masyarakat dan bangsaku?

pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya dalam benak fikiranku, ternyata diriku belumlah mempunyai daya apa-apa, diriku belum bisa mengarungi hidup yang begiru rumit ini, diriku belum mantap menjadi pemuda sebagai penerus bangsa. Aku masih sangat terbatas.

Penghujung 21 Umurku

Pagi ini seperti biasanya tanpa ada perasaan aneh bagiku....
pagi-pagi serasa tidurku dah cukup, beraktivitas beres-beres di warnet kesayanganku. Ada beberapa agenda browsing yang pengen kulakukan pagi ini, mulai dari baca berita, cari tugas mata kuliyah pidana militer,, habis itu udah.
Perasaan senang karena warnet mulai rame, keuangan juga beberapa hari ini bagus, prndapatan pribadi dan warnet lumayan bagus.
Entah kenapa kesenangan itu begitu cepat berlalu... pertama kali dalam hidup aku dikeluarin dari kelas,, gara-garanya Hpq bunyi.
Awalnya aku sudah siap dengan mata kuliyah ini,,, tugas-tugas sudah kulengkapi, bahkan sampe nyarikan temanku. nyampe dikampus kelas yang sebelumnya (dengan dosen yang sama nantinya)belum keluar hingga sekitar 30 menit. perbincangan di luar begitu seru, canda tawa ringan dengan teman-teman buatku lupa diri... dalam perbincanganku itu ada yang pesen komputer padaku... wah ini ada tambahan buat lebaran pikirku. langsung aja ku sms temen yang punya akses dengan toko, pesananku deal.Dan Hp sudah ku silent karena memang ada peringatan sebelumnya tidak boleh ada HP bunyi pada waktu mata kuliyah ini.

sepintas terlintas dalam benakku...apa yang menjadi kesusahanku berikutnya, ko aku begitu senang hari ini. canda tawa tiba-tiba buyar, kelas yang ditunggu ternyata sudah keluar. suasana tiba-tiba hening ketika benntakan dosen menyuruh semuanya untuk mengisi kursi kosong didepan.
belum selesai disitu, temenku yang bicara dibelakang langsung disuruh keluar dan absennya dicoret....suasana kelas tambah tegang, tapi diriku tetap aja santai karena memang sudah siap mentalku dengan keadaan seperti ini.
baru aja temenku keluar "ayo siapa lagi yang pengen keluar???" ungakap dosen watu itu.
kaget bukan kepalang, Hpq langsung bunyi seakan-akan menanggapi pertanyaan dosen itu. Benar saja aku langsung disuruh keluar dan bernasib sama dengan temanku itu, absenku juga dicoret.akupun langsung down tanpa semangat, perasaan Hp ini sudah di silent tadi.Ya Allah apakah ini sebuah teguran atau cobaan.
pikiranku langsung melompat pada nilai...nilaiku yang semester ini sudah anjlok ditambah lagi ksus seperti ini.
ini hari yang tidak mengenakkan bagiku di penghujung 21 umurku.

9.17.2008

Syarat

Dalam termenologi Ushul Fiqh syarat didefinisikan dengan sesuatu yang kehadirannya menjadi penentu keberadaan hukum, namun tidak secara serta merta hukum itu ada ketika sesuatu itu ada. Pendek kata, ketika syarat tidak terpenuhi maka hukum tidak jalan, tetapi belum tentu ketika syarat terpenuhi maka hukum pun bisa jalan. Artinya, ketika tidak ada syarat pasti hukum juga tidak ada, akan tetapi ketika syarat ada tidak pasti hukum pun ada. Kemungkinan hukum itu masih menunggu datangnya sebab, atau bahkan ada manī’ (penghalang) yang menyebabkan hukum tersebut mandul. Dan hal terpenting, yang membedakan syarat dari rukun, adalah bahwa syarat bukan merupakan bagian internal dari sebuah rangkain pelaksanaan suatu perbuatan. Ia berada di luar, tidak termasuk dalam rangkaian pelaksanaan. (Al-Bannāniy, Hāsyiyah al- Bannāniy, juz. II, hlm. 20; Abd. Wahhāb Khallāf, ‘Ilm Ushūl al-Fiqh, hlm. 119).
Untuk mempermudah, kita ambil satu contoh sebagai ilustrasi. Wudlu’ merupakan syarat bagi sahnya hukum kewajiban shalat. Orang mukallaf yang tidak berwudlu’ maka tidak sah baginya melaksanakan shalat. Ini berarti, ketika wudlu’ sebagai syarat tidak terpenuhi maka shalat pun tidak ada (tidak sah). Akan tetapi, ketika orang mukallaf berwudlu’ tidak pasti shalat Dhuhur misalnya, menjadi ada. Mungkin waktu yang menjadi sebab kewajiban Dhuhur belum masuk. Atau tempat shalatnya masih dalam keadaan tidak suci (najis), sehingga menjadi penghalang pelaksanaan shalat.
Contoh lain, kehadiran dua saksi menjadi syarat sahnya akad nikah. Ketika tidak ada saksi maka akad nikah tidak sah. Tetapi tidak serta merta ketika ada dua orang yang memenuhi kreteria menjadi saksi lalu akad nikah pun ada. Kalau tidak ada orang yang mau nikah? Dengan demikian, kehadiarn syarat tidak berkonsekuensi logis terhadap adanya sebuah hukum, tetapi keberadaan hukum pasti tergantung terhadap terpenuhinya syarat. (M. Abu Zahrah, Ushūl al-Fiqh, hlm. 59).
Selanjutnya, syarat terbagi dua macam. Pertama, syarat syar’i, yaitu syarat-syarat yang ditetapkan oleh syāri’ (Allah dan Rasul-Nya). Seperti ketentuan-ketentuan syarat yang ada dalam shalat, puasa, zakat, akad nikah, jual-beli, hukum qishas, waris dll. Kedua, syarat ja’li, yaitu syarat-syarat yang merupakan inesiatif dari manusia dan dibolehkan secara syar’i. Seperti syarat-syarat yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak dalam transaksi jual-beli. Misalnya uang muka harus sekian persen, barang harus diantarkan ke tempat tertentu, barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan dll.
Akhir kata, manusia juga diberi ruang untuk menciptakan kesepakatan-kesepakatan yang bisa dijadikan syarat, asalkan tidak bertentangan dengan tujuan yang hendak dicapai (ghairu munāfin limuqtadlal ‘aqdi). Misalnya, tujuan dari jual-beli adalah bagaimana si pembeli bisa memanfaatkan/menggunakan barang sebebas-bebasnya. Maka ketika penjual mensyaratkan bahwa mobil yang dibeli tidak boleh dikendarai, syarat itu menjadi sia-sia karena berseberangan dengan tujuan dari pembelian mobil. (Abd. Wahhāb Khallāf, ‘Ilm Ushūl al-Fiqh, hlm. 119-120).

Mani"

Secara bahasa māni’ berarti penghalang. Dimaksud dengan māni’ dalam istilah Ushul Fiqh adalah sesuatu yang kehadirannya menyebabkan kebuntuan hukum. Artinya, ketika sesuatu (māni’) itu ada maka konsekuensi hukum menjadi tidak berlaku. Singkatnya, ketika ada māni’ maka hukum tidak ada, walaupun sebab dan syarat sudah terpenuhi. Māni’ ini berada dalam bingkai di saat sebab sudah ada dan syarat telah terpenuhi, namun hukum tidak bisa berjalan disebabkan ada penghalang. Dengan demikian, tidak terpenuhinya syarat tidak bisa disebut māni’, meskipun hal tersebut juga menyebabkan hukum tidak jalan.
Contohnya, perbedaan agama yang menjadi penghalang (māni’) bagi terlaksananya hukum waris. Ketika terbukti seseorang memiliki ikatan perkawinan yang sah atau hubungan kekerabatan maka dia berhak menerima harta waris. Akan tetapi, hukum waris menjadi tidak berlaku (terhalangi) baginya disebabkan perbedaan agama. (Abd. Wahhāb Khallāf, ‘Ilm Ushūl al-Fiqh, hlm. 120-121). Sebagaimana hadis Nabi:

لاَ يَرِثُ اْلمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلاَ الْكاَفِرُ اْلمُسْلِمَ
Artinya: “Orang muslim tidak bisa mewarisi (harta) orang kafir dan orang kafir tidak bisa mewarisi (harta) orang muslim”. (HR. Muslim).
Selanjutnya, māni’ terbagi dalam dua kategori. Pertama, māni’ al-hukm (penghalang/kendala hukum), yaitu māni’ yang secara langsung berpengaruh pada terlaksananya hukum. Seperti gugurnya kewajiban qishash dikarenakan si pembunuh adalah ayah dari orang yang terbunuh. Walaupun dalam kasus ini ada sebab, yaitu qatlul’amdi (pembunuhan yang disengaja), tetapi hukum qishahs tidak bisa dilaksanakan karena ada māni’ (pembunuh adalah ayahnya sendiri).
Kedua, māni’ al-sabab (penghalang efektifitas sebab), yaitu māni’ yang tidak secara langsung mempengaruhi hukum, tetapi mencederai sebab dari sebuah hukum. Seperti hutang yang mencerderai seseorang untuk dapat dikatakan kaya (memilki harta sampai 1 nishab), sehingga ia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat (zakāt al-mal).
Ketika seseorang mempunyai harta sebanyak 1 nishab, maka dia berkewajiban mengeluarkan zakat, karena sebab sudah ada. Namun, apalah arti kekayaan 1 nishab jika ternyata dia mempunyai tanggungan hutang. Oleh karena itu, sebab menjadi tidak efektif karena terhalang oleh hutang. Dalam contoh ini māni’ tidak langsung menghalangi hukum (kewajiban zakat), tetapi mencederai sebab (memiliki harta 1 nishab), sehingga hukum pun tidak ada dikarenakan sebab tidak sempurna. (M. Abu Zahrah, Ushūl al-Fiqh, hlm. 63; (Al-Bannāniy, Hāsyiyah al- Bannāniy, juz. I, hlm. 98).

9.10.2008

"Das Sein Das Sollen " Antara Harapan dan Kenyataan

Ada hal menarik yang ingin saya tulis tentang aktifitaku hari ini, pada mata kuliah hukum tadi disinggung tentang sebuah teori "Das sein Das Sollen" yaitu ungkapan teori ilmu hukum tentang sebuah kesenjangan antara kenyataan dan harapan. itulah yang dapat saya tangkap dari teori ini.
Das Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi sedangkan Das Sollen adalah apa yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi keinginan dan harapan setiap manusia sedangkan Das Sollen merupakan realita yang menimpa manusia itu sendiri. Hal inilah yang disebut dengan sebuah harapan dan kenyataan.
Antara keduanya tidak selalu se-Vareabel, manusia sebagai Makhluk ciptaan Allah yang sepenuhnya diberi keleluasaan dalam menjalani sebuah pilihan hidupnya sendiri, Tuhan menjadikan manusia sebagai Khalifah dimuka bumi dalam rangka memberikan kebebasan memilih hidupnya, kemanakah akan diarahkan hidupnya itu terserah pilihan manusianya sendiri, kearah kebaikankah yang nantinya janji Allah adalah Surga atau Kearah kebathilan yang dijanjikannya dengan Neraka.

Dalam hal ini Allah tidak serta-merta melepas manusia tanpa ada sebuah petunjuk dan aturan, Allah telah mengutus para utusan(baca:Rasul) dalam rangka memberikan berita serta petunjuk kearah kebaikan, namun semuanya manusialah yang menentukannya.
Oleh karenaya dalam Islampun dikenal ada dua aliran teologi, dalam hal ini ada kelompok Qadariyah yang mempunyai pandangan semua hal telah diatur rapi sebuah setting kehidupan manusia. lain halnya dengan Jabariyah yang memberikan penafsiran berbeda.
kembali lagi pada Das Sollen, yaitu apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia tepatnya apa yang menurutnya baik untuk dilakukan. Impian manusia dalam hidupnya pasti adalah yang baik buat dirinya, mereka mempunyai harapan-harapan yang menurut nalarnya akan membawanya pada kebahagiaan. kebahagiaan disini menurut definsinya masing-masing. jike begitu menurut saya kelompok jabariyahlah yang nantinya menganut faham ini, faham jabariyah selalu memberikan kebebasan penuh terhadap pribadi-pribadi makhluk untuk mengambil sebuah tindakan atau pilihan hidupnya, tidak ada campur tangan Tuhan dalam menentukan nasibya.Begitula sekelumit pemahaman yang dapat saya ambil dari keduanya.

kembali lagi antara Das Sein dan Das Sollen merupakan vareabel antara harapan dan kenyataan, terlepas dari faham teologi diatas manusia hanya bisa berharap dan bercita-cita, Tuhanlah yang akan menentukan, disini tidak jarang kenyataan atau kehendak Tuhan berbeda dengan harapan yang ada dibenak kita.
Dalam kehidupan pribadi saya, baru-baru ini saya mempunyai sebuah harapan untuk memajukan warnet, saya mempunyai target 300 ribu dalam seharinya(itu sudah sangat besar buat saya), dalam menggapai harapan tersebut berbagai langkah telah saya ambil, mengajukan pembiayaan pembelian perangkat computer dan lain-lainnya dan Alhadulillah itu disepakati dan saya mendapat dana 3jta untuk itu, 1.350.000 saya beli HP yang lumayan bagus bagi saya yang telah lama tidak pegang Hp bagus, kemudian saya memperbaiki computer yang ada diwarnet kemudian menambah satu untit computer dan membeli Hub Swith yang juga harganya tidak meurah, semuanya menghabiskan 3.170.000. hal itu demi mencapai harapan dan target saya.
Namun Sein(kenyataan) berbicara lain, jalan menuju harapan itu tidak segampang yang saya pikir, beli perankat sudah beres, pelanggan banyak. namun Sollen(kenyaan)nya tidak semudah itu Hub yang saya beli belum bisa berfungsi entah ruak yang saya beli atau saya ditipu oleh yang menjualnya yang masih temen saya sendiri. selain itu kmonitor yang seahrusnya ready untuk dipakek ternyata eror, karena sebelumnya dipinjem temen yang tidak bertanggung jawab, padahal pelanggan mulai banyak dan bisa Full 7 Pc, ada lagi kesenjangan yang lain computer yang sudah biasa lancar dipekek tiba-tiba disconnection terus.
Saya hanya bisa berharap dan terus berharap serta berusaha semaksimal mungkin, bahkan dua hari ini mata saya terasa bengkak dan badan ini sudah tidak fit lagi berbagai doping harus saya imbangi dengan aktifiats yang padat ini.
Dalam Kesempatan ini semoga masih waktu mustajabah karena masih bulan Ramadhan 1/3 malam terakhir.
"Ya Allah hamba mohon ampunanmu...jika jalan yang hambah tempuh ini modhrat bagi diri dan orang-orang disekitar hamba, hamba mohon berikanlah jalan lain yang engkau Ridhoi. berikanlah kemudahan pada langkah hamba ini ya Rabb!!!berikanlah nilai ibadah serta berkahilah setaip apa yang menjadi aktifiatas saya ini YA Rabb!!!
رب اغفر وارحم وانت خير الرازقين

9.08.2008

HP Baru


Syukur Alhamdulillah, akhirnya terkabul juga keinginan punya Hp sendiri, pasalnya selama kurang lebih 2 bulan terakhir aku make Hp-nya Yanto salah satu OP warnet,itu gara-gara hpq rusak waktu berlibur ke Pantai Prigi, Hp yang baru q beli pake uangnya Makmum ga berumur panjang ketika aku dikeroyok diceburin ke pantai, akhirnya Hpq bener-bener mati ga bisa di service lagi.

sekarang aku bisa beli HP tipe ini, lumayan baguslah seharga 1.350.000, kalo misalnya nenekq tahu dirumah mungkin beliau akan bilang uang segitu dapat sapi buat diternak, tapi q bener-bener pengen punya Hp yang representatif dengan fitur yang lengkap.

Dananya ku ambil dari Bank Mini Syari'ah bersama dengan pembiayaan pembelian computer. semoga Hp Ini bermanfaat buat hidupku dan tahan lama.

9.07.2008

SHALAT TARAWIH

Shalat Tarawih (terkadang disebut teraweh atau taraweh) adalah shalat sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadhan. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari تَرْوِيْحَةٌ yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat". Waktu pelaksanaan shalat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara berjama'ah di masjid. Fakta menarik tentang shalat ini ialah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanya pernah melakukannya secara berjama'ah dalam 3 kali kesempatan. Disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam kemudian tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut hal itu akan menjadi diwajibkan kepada ummat muslim. (Wikipedia.org)

RAKAAT SHALAT TARAWIH
Terdapat beberapa praktek tentang jumlah raka'at dan jumlah salam pada shalat tarawih, pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam jumlah raka'atnya adalah 8 raka'at dengan dilanjutkan 3 raka'at witir. Dan pada jaman khalifah Umar menjadi 20 raka'at dilanjutkan dengan 3 raka'at witir. Perbedaan pendapat menyikapi boleh tidaknya jumlah raka'at yang mencapai bilangan 20 itu adalah tema klasik yang bahkan bertahan hingga saat ini. Sedangkan mengenai jumlah salam praktek umum adalah salam tiap dua raka'at namun ada juga yang salam tiap empat raka'at. Sehingga bila akan menunaikan tarawih dalam 8 raka'at maka formasinya adalah salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
Tidak ada satu pun hadits yang shahih dan sharih (eksplisit) yang menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasululullah SAW.

Kalau pun ada yang mengatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 20 atau 23 rakaat, semua tidak didasarkan pada hadits yang tegas. Semua angka-angka itu hanyalah tafsir semata. Tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan angka rakaatnya secara pasti.

Hadits Rakaat Tarawih 11 atau 20: Hadits Palsu

Al-Ustadz Ali Mustafa Ya'qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits, menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antarahadits palsu tentang jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini:

Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu' (palsu) atau minimal matruk (semi palsu).

Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta.

“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. (Hadits Matruk)

Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar).

Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta.

Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat tarawi 8 rakaat atau 20 rakaat dalam shalat tarawih.

Hadits Rakaat Shalat Malam atau Rakaat Shalat Tarawih?

Sedangkan hadits yang derajatnya sampai kepada keshahihan, hanyalah hadits tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana Aisyah meriwayatkan secara shahih bahwa shalat malam yang dilakukan oleh beliau SAW hanya 11 rakaat.

Dari Ai'syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat. Beliau melakukan sholat 4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian beliau akan kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau tanyakan kembali mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu beliau melakukan sholat 3 rakaat. Dan beliau berkata kepadanya (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 4 rakaat, " tidak bertentangan dengan yang melakukan salam setiap 2 rakaat. Dan Nabi SAW bersabda, "Sholat di malam hari 2 rakaat 2 rakaat." Dan dia (Ai'syah), "Dia melakukan sholat 3 rakaat" atau ini mempunyai makna melakukan witir dengan 1 rakaat dan 2 rakaat. (HR Bukhari).

Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif dan tentunya mendukung pendapat yang mengatakan shalat tarawih itu 11 rakaat. Mereka beranggapan bahwa shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah shalat tarawih.

Pendukung 20 Rakaat

Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 rakaat, jumlah 11 rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Karena shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah. Bagaimana mungkin Aisyah ra meriwayatkan hadits tentang shalat tarawih beliau SAW?

Lagi pula, istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay bin Ka'b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 rakaat dengan dua salam.

Bagi para ulama itu, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah rakaat shalat tarawih, melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri.

Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah rakaat shalat malam beliau, baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.

Maka dengan demikian, keadaan menjadi jelas mengapa di dalam tubuh umat Islam masih ada perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menarik, para ulama besar dunia sangat bersikap toleran dalam masalah ini.

Toleransi Jumlah Bilangan Rakaat

Dengan tidak adanya satu pun hadits shahih yang secara tegas menetapkan jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW, maka para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya. Ada yang 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, 20 rakaat, 23 rakaat, bahkan 36 rakaat. Dan semua punya dalil sendiri-sendiri yang sulit untuk dipatahkan begitu saja.

Yang menarik, para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat tarawih.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat.

Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi'i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab Al-Ikhtiyaaraat halaman 64).

Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-'allaamah Sheikh Abdulah bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat.

Beliau rahimahullah berkata, "Sholat Tarawih 11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW. Dan, siapa pula yang sholatnya 20 rakaat atau lebih maka juga tidak salah."

Dan di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid An-Nabawi Madinah, sejak dahulu para ulama dan umat Islam di sana shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Dan itu berlangsung sampai hari ini, meski mufti negara punya pendapat yang berbeda. Namun mereka tetap harmonis tanpa ada saling caci.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Ramdhan

Ramadhan, Ramadan atau Romadhon (bahasa Arab:رمضان) adalah bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriyah (sistem penanggalan agama Islam). Sepanjang bulan ini pemeluk agama Islam melakukan serangkaian aktivitas keagamaan termasuk di dalamnya berpuasa, shalat tarawih, peringatan turunnya Al Qur'an, mencari malam Laylatul Qadar, memperbanyak membaca Al Qur'an dan kemudian mengakhirinya dengan membayar zakat fitrah dan rangkaian perayaan Idul Fitri. Kekhususan bulan Ramadhan ini bagi pemeluk agama Islam tergambar pada Al Qur'an pada surat Al Baqarah ayat 185 yang artinya:
"bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."

Ramadhan berasal dari akar kata ر م ﺿ , yang berarti panas yang menyengat atau kekeringan, khususnya pada tanah. Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh segatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang menghanguskan.

Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari, bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadhan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari Ramadhan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadhan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadhan orang yang berpuasa tak lagi berdosa. Wallahu `alam.

Dari akar kata tersebut kata Ramadhan digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadhan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya dengan ramadhan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadhan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.
Sumber Wikipedia.org

9.06.2008

Tips Mempercepat Akses Internet

Saat anda browsing atau membuka suatu website di internet entah dari warung internet ataupun dari rumah, mungkin anda sering mengeluh akan lambatnya akses untuk menampilkan website tersebut. Padahal akses internet di Indonesia sekarang ini masih terhitung mahal. Sebenarnya ada cara-cara mudah untuk meningkatkan kecepatan akses internat anda tanpa harus membayar biaya lebih mahal. Beberapa diantaranya adalah dengan menyetting browser kita, menggunakan openDNS, dan menggunakan Google Web Accelerator.

Untuk menerapkan trik-trik tersebut sangat mudah. Cara pertama yaitu menyetting browser dapat dilakukan oleh pengguna Internet Explorer dan Mozilla Firefox. Bagi pengguna Internet Explorer klik menu [Tools] [Internet Option], klik tab [General]. Pada opsi "Temperory Internet files", klik [Settings] lalu Geser slider-nya. Hal itu untuk membuat cache (lokasi penyimpanan sementara) untuk web yang anda buka, sebaliknya disediakan sekitar 5% dari Hard disk.

Bagi pengguna Mozilla Firefox anda dapat mengetikkan "about:config" pada address bar,. setelah itu ubah "network.http.pipelining" dan "network.http.proxy pipelining" menjadi "true", serta isi "network.http.pipelining.maxrequests" antara 30 –100 ( semakin besar semakin cepat ). Yang terakhir klik kanan dimana saja dan pilih New->Integer , tuliskan "nglayout.initialpaint.delay" lalu isi dengan 0.
Untuk trik kedua, pertama anda harus mendaftar di www.openDNS.com . Setelah itu masuk ke Control Panel dari start menu, pilih network connections lalu pilih koneksi anda dan klik tombol properties. Pada bagian Internet protokol anda bisa pilih TCP/IP dan klik properties. Masukkan angka 208.67.222.222 dan 208.67.220.220 pada opsi DNS dan restart komputer anda.
Setelah melakukan 2 tips di atas sekarang anda pasti akan mendapat kecepatan akses yang lebih kencang. Bagi yang masih belum puas dengan kecepatan aksesnya sekarang dapat menggunakan trik yang ke tiga yaitu Google Web Accelerator.
Google Web Accelerator di desain khusus untuk mempercepat akses internet anda, khususnya anda yang menggunakan koneksi broadband (pita lebar) seperti Cable dan DSL. Untuk anda yang menggunakan koneksi lain seperti Dial-up (Telkomnet Instant atau Speedy) maupun satelit atau wave, Google Web Accelerator juga dapat mempercepat aksesnya.
Untuk memakai Google Web Accelerator anda harus memenuhi kriteria antara lain Operating System anda harus Windows XP atau Windows 2000 dan browser anda harus Internet Explorer 5.5+ atau Mozilla Firefox 1.0+. Kalau untuk browser lainnya sebenarnya juga bisa, tetapi anda harus meng-konfigurasi proxy settings dari browser anda dengan menambah 127.0.0.1:9100 pada HTTP. Setelah anda melakukan instalasi, Google Web Accelerator akan menampilkan icon kecil di atas browser anda dan icon tray di pojok bawah layar komputer. Anda dapat mengunduh Google Web Accelerator di http://webaccelerator.google.com .
Sumber : http://hendrawan-life.blogspot.com/

Kritik atas Argumen Aktivis Hizbut Tahrir

Oleh Ulil Abshar-Abdalla
Maslahat bersumber dari konteks sosial. Jika dalil agama bertentangan dengan konteks sosial, maka konteks harus didahulukan di atas teks agama. “Mendahulukan” di sini, dalam pandangan Thufi, bukan berarti membatalkan dan menganulir sama sekali dalil agama. Sebaliknya, konteks sosial dianggap sebagai “pentakhsis” atau spesifikasi dan “bayan” atau menerangkan teks atau dalil agama yang ada.

SAYA kerap mendengar pernyataan aktivis Hizbut Tahrir (HT), gerakan Islam yang dikenal dengan “mimpi besar” untuk menegakkan negara Islam internasional itu (dikenal dengan negara khilafah), bahwa fakta sosial tak bisa menjadi dasar landasan penetapan hukum.

Pernyataan ini pertama kali saya dengar dari jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, saat saya dan dia berbicara dalam sebuah diskusi di Bogor sekitar enam tahun yang lalu. Belakangan, aktivis HTI kerap mengulang-ulang argumen serupa. Rupanya, statemen ini menjadi semacam “refrain” di kalangan mereka.

Bagi yang kurang akrab dengan ilmu ushul fikih (teori hukum Islam), mungkin statemen ini kurang begitu jelas. Supaya sederhana dan mudah dipahami, saya akan berikan contoh kecil berikut ini.

Kita tahu, bahwa Sunan Kudus membangun masjid dengan menara yang berbentuk seperti pura Hindu. Taruhlah, anda terlibat dalam sebuah diskusi tentang boleh tidaknya membangun masjid dengan arsitektur yang menyerupai tempat ibadah agama lain. Misalkan saja anda berpendapat bahwa hal itu boleh. Saat lawan diskusi anda bertanya, apa “hujjah” atau argumen anda, anda menjawab, “Tuh, buktinya Sunan Kudus membangun masjid dengan arsitektur yang menyerupai tempat ibadah agama Hindu.”

Ini hanya contoh anekdotal yang sangat sederhana. Anda bisa mengembangkan contoh ini dengan kasus-kasus lain.

Menurut aktivis HTI, cara berargumen seperti ini mereka anggap salah, sebab fakta sosial, yaitu tindakan Sunan Kudus, tidak bisa dijadikan sebagai landasan penetapan hukum tentang boleh tidaknya membangun masjid dengan gaya arsitektur yang mirip tempat ibadah agama lain. Hukum, menurut mereka, hanya bisa disandarkan atas dalil agama (dalil syar’i). Dalil atau teks agama mengatasi segala-galanya. Tindakan Sunan Kudus atau tokoh manapun, selain Nabi Muhammad, tidak bisa menjadi standar normatif. Yang bisa menjadi standar hanyalah teks agama.

Apakah argumen aktivis HTI ini tepat, terutama dilihat dari tradisi teori hukum Islam klasik sendiri? Esei pendek ini saya tulis untuk memberikan kritik atas cara berpikir aktivis HTI yang, jujur saja, merupakan ciri-khas kaum “tekstualis” di manapun.

Dalam pandangan saya, argumen semacam ini sama sekali tak tepat. Memang, dalam teori hukum Islam, dikenal empat sumber hukum utama, yaitu Quran, hadis, ijma’ (konsensus sarjana hukum Islam atau “juris”) dan qiyas atau analogi (dalam tradisi fikih Syiah, sumber keempat bukan qiyas tetapi akal).

Tetapi, sumber hukum bukan hanya empat, sebab ada sumber-sumber lain yang kedudukannya memang diperselisihkan oleh para sarjana Islam (al-adillah al-mukhtalaf fiha). Statemen aktivis HTI bahwa fakta sosial tidak bisa menjadi sumber hukum, sama sekali tidak tepat, sebab di luar empat sumber utama di atas, ada sumber-sumber lain yang diakui oleh ulama fikih, termasuk fakta sosial sebagaimana akan saya tunjukkan nanti.

Argumen kalangan HTI ini sengaja mereka pakai untuk menepis sanggahan yang diajukan oleh para pengkritik teori negara khilafah yang antara lain disandarkan pada fakta-fakta historis dalam sejarah Islam.

Para pengkritik teori negara khilafah, antara lain, mengatakan praktek negara khilafah tidak “secemerlang” yang dikira oleh para penyokong ide itu. Banyak “khalifah” dalam dinasti-dinasti Islam masa lampau yang bertindak otoriter, despotik, dan kejam. Sebagaimana dalam sejarah negara-negara kuno, pertumpahan darah selalu menandai peralihan kekuasaan dari satu dinasti Islam ke dinasti yang lain.

Terhadap kritik semacam ini, aktivis HTI akan mengatakan bahwa fakta sejarah tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan hukum. Menurut mereka, negara khilafah adalah satu-satunya bentuk negara yang sah menurut dalil agama; fakta sejarah yang menunjukkan bahwa bentuk negara khilafah tak seideal yang dibayangkan, menurut mereka, tak bisa dijadikan argumen untuk menyanggah dalil agama.

Dalam pandangan aktivis HTI, dalil agama sudah cukup dalam dirinya sendiri; fakta sosial harus tunduk pada dalil agama, bukan sebaliknya.

DALAM standar ilmu ushul fikih klasik, argumen ala HT ini jelas sama sekali salah. Dalam hukum fikih, fakta sosial jelas bisa menjadi dasar penetapan hukum. Karena itulah ada kaidah terkenal, “taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azminati wa al-amkan,” hukum berubah sesuai dengan waktu dan tempat.

Perbedaan mazhab dalam Islam jelas terkait dengan perbedaan konteks sosial di mana pendiri mazhab itu hidup. Kenapa mazhab Abu Hanifah sering disebut sebagai mazhab ahl al-ra’y, pendapat yang cenderung rasional, karena mereka hidup di Kufah, kota tempat persilangan budaya, kota di mana kita jumpai warisan dari banyak peradaban besar sebelum Islam.

Sementara mazhab Maliki lebih cenderung berpegang pada “sunnah” penduduk Madinah (dikenal dengan ‘amal ahl al-Madinah) karena memang itulah kota tempat Nabi dan sahabatnya hidup, sehingga sunnah penduduk Madinah dianggap sebagai norma.

Sudah tentu, fakta sosial semata-mata memang tak cukup untuk menetapkan sebuah hukum dalam pandangan teori hukum Islam klasik. Fakta sosial tetap harus ditimbang berdasarkan teks. Tetapi teks saja juga tak cukup, karena teks juga dipahami berdasarkan perubahan-perubahan lingkungan sosial yang ada. Dengan kata lain, ada hubungan simbiosis antara teks dan konteks sosial. Dengan demikian, argumen aktivis HTI itu jelas sama sekali tak benar.

Seorang ulama mazhab Hanafi, Najm al-Din al-Thufi (w. 1324 M), malah berpendapat lebih jauh lagi. Dalam kitabnya yang kurang banyak dibaca luas, “Kitab al-Ta’yin fi Sharh al-Arba’in” (komentar atas kumpulan empat puluh hadis karya Imam Nawawi), al-Thufi melontarkan sebuah pendapat yang menjadi kontroversi dari dulu hingga sekarang, bahwa jika terjadi pertentangan antara maslahat atau kepentingan umum dengan teks atau dalil agama, maka maslahat harus didahulukan.

Saya kutipkan teks Thufi yang langsung berkaitan dengan hal ini:

“Wa in khaalafaaha wajaba taqdim ri’ayat al-masalahati ‘alaihima bi thariq al-takhsis wa al-bayan lahuma, la bi thariq al-iftiyat ‘alaihima wa al-ta’thil lahuma, kama tuqaddam al-sunnah ‘ala al-Qur’an bi thariq al-bayan” (hal. 238, edisi yang diedit oleh Ahmad Haj Muhammad ‘Uthman, 1998).

Secara ringkas, teks itu menegaskan, jika terjadi pertentangan antara teks (nass) dan konsensus ulama (ijma’) dengan maslahat, maka kemaslahatan umum harus didahulukan di atas teks dan ijma’.

Maslahat bersumber dari konteks sosial. Jika dalil agama bertentangan dengan konteks sosial, maka konteks harus didahulukan di atas teks agama. “Mendahulukan” di sini, dalam pandangan Thufi, bukan berarti membatalkan dan menganulir sama sekali dalil agama. Sebaliknya, konteks sosial dianggap sebagai “pentakhsis” atau spesifikasi dan “bayan” atau menerangkan teks atau dalil agama yang ada.

Ini memang pembahasan yang kompleks. Yang tidak pernah belajar ushul fikih, penjelasan ini mungkin terlalu teknis dan kurang jelas. Intinya adalah: jika dalil dalam Quran atau hadis mengatakan A, lalu konteks sosial justru menunjukkan B, maka teks Quran/hadis itu bisa “dispesifkasi” atau “diterangkan” oleh konteks itu. Dengan kata lain, konteks didahulukan atas teks.

Pendapat al-Thufi ini memang banyak diserang oleh ulama-ulama lain, karena dianggap terlalu berani. Dia bahkan diisukan sebagai seorang penganut sekte Syi’ah rafidah (Syi’ah yang ekstrim). Biasa, ini adalah semacam “black campaign“. Seolah-olah jika seseorang menganut sekte Syi’ah maka pendapatnya otomatis salah.

Apapun, pendapat al-Thufi ini sangat menarik dan memperlihatkan bahwa di kalangan ulama fikih dan ushul fikih klasik sendiri sudah ada pendapat yang menyatakan tentang kedudukan penting dari konteks sosial. Sekali lagi, pernyataan kalangan aktivis HTI bahwa fakta sosial tak bisa menjadi sumber hukum, sama sekali tak tepat, untuk tak mengatakan keliru sama sekali.

Sementara itu, banyak sekali ketentuan hukum dalam fikih yang digantungkan pada adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Itulah sebabnya, dalam fikih dikenal kaidah yang sangat populer, “al-’adah muhakkamah“, kebiasaan sosial bisa menjadi sumber hukum.

Sudah tentu adat bukan sumber hukum yang mandiri, sebab harus ditimbang berdasarkan parameter teks agama. Tetapi, teks agama juga tak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan adat sosial. Dengan kata lain, ada hubungan simbiosis antara adat dan teks agama. Adat dan teks agama, dua-duanya menjadi sumber hukum.

Contoh sederhana adalah mengenai mas kawin atau mahar. Quran menegaskan bahwa seorang lelaki harus memberikan mas kawin kepada perempuan yang dinikahinya (wa aatu al-nisa’a shaduqatihinna nihlah, QS 4:4). Tetapi Quran tidak menerangkan, berapa jumlah mahar yang harus diberikan oleh suami kepada isterinya.

Di sini, ada ruang “legal” yang dibiarkan terbuka oleh teks agama. Adat masuk untuk mengisinya. Jumlah mahar, menurut ketentuan yang kita baca dalam literatur fikih, diserahkan saja pada adat dan kebiasaan sosial yang ada. Oleh karena itu, jumlah mahar berbeda-beda sesuai dengan adat yang berlaku dalam masyarakat. Itulah yang dikenal dalam fikih sebagai “mahr al-mitsl“, yakni mas kawin yang sepadan dengan kedudukan sosial seorang isteri dalam adat dan kebiasaan masyarakat setempat.

Fakta ini dengan baik menunjukkan bahwa kebiasaan sosial bisa menjadi sumber hukum. Teks saja tidak cukup kalau tak dilengkapi dengan konteks sosial.

Kalangan santri yang belajar di pesantren-pesantren NU tentu sudah terbiasa dengan kenyataan bahwa hukum bisa berubah-ubah karena perubahan konteks. Fatwa beberapa kiai berubah-ubah dari waktu ke waktu karena perubahan konteks sosial. Pada zaman kolonial Belanda dulu, banyak kiai yang berfatwa bahwa memakai celana dan jas hukumnya haram, karena menyerupai adat kebiasaan kaum kolonial yang “kafir”. Setelah zaman merdeka, kiai-kiai mulai berubah pendapat dan bisa menerima “baju kolonial” itu, karena konteksnya sudah berbeda.

Jadi, sekali lagi, apa yang dikatakan oleh aktivis HT itu sama sekali keliru![]
sumber: http://www.islamlib.com

9.05.2008

Dapat Kucuran Dana

Keinginan untuk terus memperbaiki kualitas kinerja warnet menemukan titik teang, pagi tadi setelah menunggu hampir satu jam di Bank Mini Syariah, Di kampus IAIN akhirnya permohonan penbiayaan pembeliaan perangkat komputer disepakati dan langsung kutandatanganni kesepakatannya sejumlah Rp 3.000.000 dengan cicilan 285 ribu perbulan selama 12 bulan, namun itu diakumulasikan dengan tabungan dan infaknya sehingga jumlah cicilannya 300.000 perbulan.
Syukur alhamdulillah semoga dana ini bisa m=bermanfaat bagi usaha saya, dan saya mampu melunasinya tiap waktu Amiiin!!

selain itu aku juga berencana memperbaiki kinerja rental pS, sore ini aku beli 4 buah stikc baru dan kemaren 1 buah stick dan kebetulan pagi tadi setoran bulan lalu baru aku transfer sejumlah Rp 650.000. semoga langkah yang kuambil ini akan memperbaiki kinerja rental dan bisa terus lebih baik.
Ayoo... kobarkan terus semangatmu!!!!!!!!!!

9.04.2008

Semangat baru dengan Casing(baca rambut) baru

Tiga hari bulan ramadhan berlalu dengan sangat singkat, harapan demi harapan yang ku bangun dengan idealisme yang cukup tinggi selalu saja rapuh dan berakhir dengan keputus asaan dan hampir dengan frustasi. idealisme manusia hanyalah sebuah angan-angan yang dipenuhi dengan nafsu belaka, dan diatas segalanya Tuhanlah yang berkehendak.

Liburan sudah ahmpir usai, tiga hari lagi kampus mulai aktif aku harus mulai menyiapkan kuliahku, pekerjaanku yang masih acak-acakan harus secepatnya ku benahi. ada beberapa hal yang harus ku benahi dan menjadi target besar hidupku demi pencapaian cita-cita dan harapanku, sekali-lagi ini hanya sebuah idealisme namun semoga bukan hawa nafsu. 

  1. kuliahku, penguasaan materi kuliah dan jam belajar harus mendapatkan porsi terbesarku dalam 24Jam ini. Target yang harus ku capai adalah vokal,penguasaan materi dan niali yang cumload.
  2. Warnet, Usaha yang kubangun dengan jerih payah dan banyak menyedot keuangan harus kuatur sedemikian rupa supaya tidak mengganggu jam kuliyahku. target yang harus kucapai dari warnet adalah dalam seharinya 300-400 ribu perhari.
  3. Rental Ps, Rental ini meskipun bukan milikku, namun berada dalam tanggungjawabku. sejak berada dibawah tanggung jawabku rental ini selalu mengalami penurunan. kini yang terjadi padaku adalah pada temen yang jaga Ps menjadi tidak enak gara-gara masalh bayaran, ke Kakak H (yang punya modal) juga ga enak karena targetku selalu tidak tercapai dan aku ahnya menuai capek belaka.

namun semuanya tidak akan kubiarkan begini terus tanpa adanya suatu perubahan, aku harus melakukan reformasi(gayanya...hehe..) 

Ya Allah berikanlah solusi pada hamba dan kabulkanlah doa hamba ini!!!

9.02.2008

Ramadhan 1429 H


satu hari kini sudah kujalani bulan panuh keberkahan ini, aktivitas rutin warnet masih terus ku jalani, namun suasana libur kampus yang belum usai menyisakan beban tersendiri di benakku, kondisi warnet yang sepi pengunjung seolah-olah membuatku maleez menjanga warnet(smart_net), namun kusadar bahwa itu adalah sebuah proses menuju sebuah gerbang kesuksesan. 

mungkin inilah jalan hidup yang harus saya pilih, keinginan untuk hidup mandiri dengan ekonomi yang mapan ternyata tidak semudah yang kubayangkan, menjalankan proses ini sunggu sangat berat bagiku. 

operator warnet yang belum datanga dari berliburnya membuat jadwal penjagaan tidak teratur, begitu juga dengan jadwal ativitasku jadi tidak teronsep, mulai dari kurang tidur, bahkan kadang hingga dua hari hanya sebentar mencicipi nikmatnya memejamkan mata. ini adalah proses yang tidak mudah bagiku. 

Ya Allah berikanlah jalan keluar atas semua kerumitan ini...!!!