11.14.2008

Luthviana Ulfa dan Pernikahan Dininya

Nama syekh puji pengusaha kaya raya asal semarang tiba-tiba terkenal menjadi topik utama pemberitaan media negeri ni, langkahnya yang kontroversial menikahi bocah berusia 12 tahun Lutviana ulfa Agustus lalu. Kecaman muncul dari berbagai elemen masyarakat hingga komnas perlindungan anak turun tangan.

Luthviana Ulfa yang belum genap usia 12 tahun itu memang cantik, hati kecil saya beranggapan cewek secantik itu yang masih belia sepertinya lebih cocok berdampingan dengan saya, ko mau-maunya menikah dengan pria yang lebih pas dikatakan sebagai kakeknya. Namun apaboleh dikata, penuturannya dimedia Ulfa memang tidak pernah dipaksa menikah dengan Pengasuh Ponpes Miftahul Jannah tersebut, dia menikah atas dasar mencintainya. entah cinta apanaya?pertanyaan hati kecil saya.

Terlepas dari motif apa antara  Pujiono Cahyo Widianto dan Ulfa, ada berbagai kemungkinan, bahkan yang tidak setuju ada yang menuduh Syekh puji mengidap paedophilia, yaitu karakter kejiwaan yang mempunyai ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur, dan motif ekonomi dari pihak Ulfa. Namun semua itu hanyalah asumsi yang bisa saja asumsi itu benar dan bisa saja salah. 

Memang pernikahan tersbut syah secara syari'at, namun MUI memfatwakan haram tindakan syekh puji tersbut. Oleh karena itu perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat Muslim bahwa Pernikahan tidak hanya memandang aspek hukum syar'i melainkan konteks Fikih Indonesia juga harus mematuhi hukum perundang-undangan. 

Sebenarnya yang terjadi tidak hanya pada syekh puji, di daerah saya (Pamekasan) praktek menikah dibawah umur sudah banyak terjadi, namun tidak pernah ada perhatian baik dari kalangan ulama' maupun pemerintah setempat. Pemahaman yang dimiliki oleh mayoritas kaum muslim adalah menafikan sebuah undang-undang yang berlaku di Negeri ini, legitimasi Fikh dan Pernikahan Nabi dengan Aisyah cukup menjadi dalil kuat pernikahan dibawah umur. 

Fikih Ke Indonesiaan perlu ditanamkan kuat-kuat dalam pemahaman masyarakat, pernikahan dengan batas minimal umur, pencatatan perkawinan, poligami dan semacamnya harus menjadi perhatian serius para tokoh terutama KUA yang paling berperan untuk mensosialisasikan hal ini. 

Hikmah dibalik kontroversialnya langkah syekh puji ini, sedikit banyak akan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa menikah tidak hanya melihat aspek fikih, aspek sosial serta dampak yang ditimbulkannya perlu menjadi pertimbangan, harapan saya tidak ada lagi pernikahan dibawah umur setelah kasus syekh puji ini.